Rabu, 29 Mei 2013

Cinta dan Perkawinan - tulisan 3

Cinta dan Perkawinan

   Perkawinan atau dalam arti pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, budaya agama, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula. 

   Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan istri dalam ikatan perkawinan. 

   Cinta adalah sebuah emosi dan kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah aksi atau kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh dan mau melakukan apapun yang diinginkan oleh objek tersebut. (http://id.wikipedia.org/wiki/Cinta)

   Menurut Sternberg (dalam Sternberg & Bernes, 1988), cinta bukanlah suatu kesatuan yang tunggal melainkan gabungan dari berbagai perasaan, hasrat, dan pikiran yang terjadi secara bersamaan sehingga menghasilkan perasaan global yang dinamakan cinta. 

a. Bagaimana memilih pasangan ?

Memilih calon pendamping hidup tidaklah mudah, dan agama Islam memberikan beberapa petunjuk di antaranya:

Dalam memilih calon istri
- Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

Dari Abu Hurairah ra. dan Nabi Muhammad  saw, bersabda : "Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia" (Muttafaqun 'Alaihi)

- Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda :
dari Amas bin Malik, Rasullullah SAW bersabda ".....kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak...." HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban.

-Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.

Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, diantara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dan hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuhnya kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan kedua. 

- Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.

Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara hereditas. Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya. Disamping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan memererat ikatan-ikatan sosial. 

Memilikih calon suami :

-Islam 

Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon suami sebab dengan islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.

-Berilmu dan baik akhlaknya

Masa depan kehidupan suami istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama. 

Kesimpulan nya, menurut saya pribadi, memilih pasangan haruslah :
1 satu keyakinan, dengan kesamaan keyakinan maka pasangan tidak akan ragu untuk melangkah dan menentukkan tujuan hidup yang lebih nyata .
2. Sehat secara rohani dan jasmani, secara rohani pasangan yang akan kita pilih haruslah sehat dalam arti melakukan semua perintah sesuai agamanya dan menjauhi larangan dari agamanya. Serta Sehat dalam Jasmani maksudnya adalah kesehatan pasangan akan sangat mempengaruhi kehidupan berkeluarga nanti kedepannya. Pasangan yang sehat, maka dapat menghasilkan keturunan yang baik secara Jasmani dan Rohani sehat pula. 
3. Berkelakuan yang bisa diterima keluarga dan orang-orang disekitar. Termasuk mencintai dua belah pihak keluarga, mau berteman dengan teman masing-masing pasangan, dan berkelakuan baik sesuai dengan aturan yang ada. 

b. Seluk Beluk Hubungan dalam Perkawinan

   Dalam kehidupan berkeluarga, semua pasangan mendambakan keluarga yang harmonis selamanya hingga akhir hayat. Namun mengapa ada saja percekcokan dan amarah?

   Dalam membina keluarga, setiap objek yang berpasangan adalah objek yang sama-sama belajar. Belajar dalam arti belajar menjadi dewasa, menjadi arif, menjadi bijaksana, menjadi paham. Dewasa dalam hubungan adalah saling mengerti, saling percaya, daling mendorong, saling membangun satu sama lain, Jika pasangan dalam keadaan kesulitan, sebagai pasangan kita harus turut memberi semangat bukannya amarah. Menjadi arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan juga sangat diperlukan dalam hubungan suami istri. Mereka yang menjadi istri, harus patuh pada suami. Tapi bukan berarti suami menjadi semena-mena dalam mengatur istri. Suami harus arif dan bijak dalam hal kasih sayang,  membentuk norma-norma dalam keluarga, mengatur keuangan istri, memperhatikan kesehatan istri dan mau terus mendampingi dalam keadaan susah, senang,  miskin, kaya, sehat dan sakit. Semua yang dirundingkan dan disepakati bersama akan lebih menyenangkan dibandingkan dengan adu kekuatan pikiran yang hanya menimbulkan kemarahan dan percekcokan. 

c. Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam perkawinan

   Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
    Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
 
d. Perceraian dan Pernikahan Kembali 
 
Perceraian dalam tinjauan sosiologis adalah sebuah kajian yang membahas seluk beluk perceraian dari sudut pandang sosial kemasyarakatan (sosiologis). Secara sosiologis dalam teori pertukaran, perkawinan digambarkan sebagai pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi antara suami dan istri (Karim dalam Ihromi, 1999). Sebuah perkawinan membutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama dalam mendukung proses pertukaran tersebut. Jika terdapat suatu ketidakseimbangan dalam proses pertukaran yang berarti adanya salah satu pihak yang diuntungkan dan dirugikan, serta akhirnya tidak mempunyai kesepakatan yang memuaskan ke dua belah pihak.
Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, yang dalam hal ini adalah cerai hidup yang disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Dimana perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang berlaku.
Hubungan suami-istri juga dapat dilihat dan dibedakan berdasarkan pola perkawinan yang ada dalam masyarakat. Scanzoni dan Scanzoni (1981) mengkatagorikannya ke dalam empat bentuk pola perkawinan yaitu owner property, head complement, senior junior partner dan equal partner. Kestabilan keluarga tampak lebih kondusif berlangsung dalam pola perkawinan kedua dan ke tiga dimana posisi istri mulai berkembang menjadi pelengkap suami dan teman yang saling membantu dalam mengatur kehidupan bersama. Sementara itu hal sebaliknya dapat terjadi pada pola perkawinan equal partner.
Pengakuan hak persamaan kedudukan dengan pria menyebabkan semakin tidak tergantungnya istri pada suami. Istri mendapat dukungan dan pengakuan dari orang lain karena kemampuannya sendiri dan tidak dikaitkan dengan suami. Di antara ke empat pola ini menjelaskan tingkat perceraian cenderung lebih tinggi pada pola perkawinan owner properti. Oleh karena pola perkawinan owner property berasumsi bahwa istri adalah milik suami, seperti halnya barang-barang berharga lainnya di dalam keluarga itu yang merupakan miliki dan tanggung jawab suami. Istri sangat tergantung secara sosial ekonomi kepada suami. Akibat dari pola perkawinan seperti ini suami berhak menceraikan istrinya apabila tidak merasakan mendapat kepuasaan yang diinginkan ataupun tidak menyukai istrinya lagi.
Seperti yang terungkap dalam penelitian Fachrina (2006) mengenai Pandangan Masyarakat mengenai Perceraian (studi kasus cerai gugat pada masyarakat perkotaan), dimana masyarakat masih memposisikan pihak istri sebagai pihak yang bersalah apabila terjadi perceraian. Dalam hal ini istri dianggap menjadi penyebab perceraian. Mengapa pasangan ini bercerai, lebih cenderung dicermati sebagai akibat dari berbagai kekurangan dari pihak istri. Masyarakat masih menerima persepsi bahwa istri yang baik, menjadi idaman adalah istri yang mematuhi perintah suami dan mengurusi rumah tangga, serta merawat anak-anak, melayani dan menyiapkan keperluan suami.
Perubahan tingkat perceraian dan faktor penyebabnya, merupakan indikasi terjadinya perubahan sosial lainnya dalam masyarakat. Sistem sosial sedang bergerak cepat atau lambat ke arah suatu bentuk sistem keluarga konjugal dan juga ke arah industrialisasi. Perubahan sistem keluarga menyesuaikan diri pada kebutuhan industrialisasi. Dengan industrialisasi keluarga tradisional (sistem keluarga yang diperluas atau gabungan) sedang mengalami kehancuran, dimana keluarga konjugal (keluarga inti) cocok dengan kebutuhan industrialisasi (Goode, 2007)
Sanak saudara baik secara hubungan karena perkawinan ataupun karena hubungan darah secara relatif tidak diikut sertakan dalam pengambilan keputusan sehari-hari dalam keluarga konjugal. Setiap orang mempunyai kebebasan dan menentukan calon pasangan hidupnya sendiri dan selanjutnya pasangan suami istri lebih banyak berbuat terhadap kehidupan keluarga masing-masing. Keluarga luas tidak lagi menyangga pasangan suami istri, dan tidak banyak menerima bantuan dari kerabat, begitu juga sebaliknya. Keluarga luas lebih dapat bertahan daripada keluarga kecil yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Oleh karena itu angka perceraian dalam sistem keluarga konjugal cenderung tinggi (Goode, 2007).
Dalam perkembangan sekarang ini dapat dikatakan bahwa masyarakat tidak memandang perceraian sebagai hal yang tabu, artinya perbuatan ini bukan sesuatu yang memalukan dan harus dihindari. Di sini Goode berpendapat bahwa penilaian atau pandangan yang menganggap perceraian sebagai suatu pernyataan kegagalan adalah bias. Sistem perkawinan adalah berasal dari perbedaan-perbedaan kepentingan, keinginan, kebutuhan,dan nafsu, serta dari latar belakang sosial budaya dan ekonomi yang juga berbeda. Ketegangan-ketegangan dan ketidakbahagian adalah lazim ada pada setiap perkawinan. Akhirnya pada tingkat tertentu masyarakat dapat memberikan toleransi umum dan memahami bahwa perceraian adalah merupakan salah satu langkah yang harus ditempuh bagi penyelesaian akhir dari perselisihan suami istri.
 Pernikahan kembali adalah menikah setelah bercerai dengan pasangan sebelumnya secara sah di mata negara dan agama. Menikah kembali bukanlah suatu hal yang mudah karena apapun kenangan bersama pasangan sebelumnya yang mungkin pernah menyakitinya pasti akan terkenang. Dan membangun kepercayaan dengan pasangan baru mungkin akan lebih sulit karena cerai berarti memiliki masa lalu yang dulu pernah jadi bagian dari hidup seorang yang bercerai. Namun tak sedikit juga yang menganggap enteng suatu perceraian dan hubungan baru, biasanya adalah orang yang menyepelekan sehingga keluarga nya kerap hancur. Maka dalam setiap keluarga perlu adanya pengakuan dan rasa di hormati.
 e.  Single Life

Lajang bukanlah suatu aib atau kejelekan. Buktinya banyak pengusaha muda yang sukses di usia muda dan belum memiliki pasangan. Mereka yang melajang lebih banyak dibutuhkan posisinya dalam suatu perusahaan karena mereka yang melajang lebih berkonsentrasi dan berpenampilan baik. Mengapa? karena mereka tidak memikirkan mereka harus masak apa hari ini untuk pasangannya? besok memberi kejutan apa? besok kencan di mana? dan kapan waktu untuk memanjakan diri sendiri itu kapan?

Terkadang seseorang yang sedang menjalani kehidupan sendiri lebih fokus dalam meraih tujuan yang sebenar-benarnya. Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.



Daftar Pustaka:

lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20295591-S...pdf
http://hendriyana.abatasa.co.id/post/detail/20976/tips-oke-memilih-pasangan-hidup-menurut-islam.html http://nikahdancinta.blogspot.com/
http://natasha-ardelia-fpsi12.web.unair.ac.id/artikel_detail-62390-Umum-Hubungan%20Interpersonal,%20Kuliah%20Psikologi%20Umum.html
http://undangankipas.blogdetik.com/2013/01/05/tips-memilih-pasangan-hidup-bagi-yang-serius-ingin-menikah/
repository.usu.ac.id/bitstream/.../3/Chapter%20II.pdf
http://kritikuscinta.blogspot.com/2008/05/konseling-perkawinan.html

Hubungan Interpersonal - Tulisan 2


HUBUNGAN INTERPERSONAL 


a. Model-Model Hubungan Interpersonal 

Hubungan interpersonal memiliki pengertian yang berbeda tergantung dari sudut mana individu memandangnya. Ada empat buah model yang dapat digunakan untuk menganalisa hubungan interpersonal menurut Colleman dan Hammet (Rakhinat, 1991), meliputi :

a. Model Pertukaran Sosial (Social Exchange Model)

Model ini mendefinisikan hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang yang akan memberikan keuntungan bagi individu. Model ini mendorong individu memikirkan setiap keuntungan dan kerugian dari hubungan yang terjalin. Individu yang merasa tidak memperoleh keuntunganm sama sekali maka ia berusaha mencari hubungan yang lain yang memberinya keuntungan. Keuntungan dan kerugian ini dinilai berdasarkan tingkat perbandingan sebagai pengalaman masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya.

b. Model Peranan (Role Model)

Hubungan interpersonal adalah oanggung sandiwara yang setiap orang harus memainkan perananya sesuai "naskah" yang dibuat masyarakat. Hubungan ini akan berkembang bila individu bertindak sesuai kewajiban atau tugas yang berkaitan dengan posisi tertentu, desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi peranannya, kemampuan memerankan peranan tertentu, serta mampu menghindari konflik peranan bila individu tidak sanggup mempertemukan berbagai peranan yang kontradiktif

c. Model Permainan (Role Play Model)

Orang-orang yang berhubungan dengan bermacam-macam permainan. Yang mendasari permainan adalah tiga kepribadian manusia yaitu orang tua, orang dewasa, dan anak-anak. Kita menampilkan salah satu aspek kepribadian kita(orang tua, orang dewasa, anak-anak) dan orang lain membalasnya dengan salah satu aspek tersebut juga.

d. Model Interaksional

Memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Hubungan interpersonal dapat dipandang sebagai sistem dengan sifat-sifatnya. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspetasi dan pelaksanaan peranan, serta permainan yang dilakukan. Menggabungkan model pertukaran, peranan, dan permainan. 

b. Memulai Hubungan

Menurut Reis dan Patrick (1966 dalam Hewstone, Fincham dan Foster, 2005), orang akan mengidentifikasi hubungan yang menyenangkan  ketika:

a. Caring 

kita merasa orang lain cinta dan perhatian pada kita. Kita merasa senang jika teman sebaya kita memberikan perhatian kepada kita. Apabila kita engalami kesusahan dan teman kita berempati maka kita pasti akan merasa nyaman berteman dengan mereka.

b. Understanding

orang lain memahami kita. Hubungan yang menyenangkan akan terjadi apabila kita bisa saling memahami satu sama lain. Contohnya adalah ketika teman kita sedang berada di dituasi yang tidak mengenakan, kita harus memahaminya dengan cara tidak membuat suasana menjadi semakin runyam.

c. Validating 

orang lain menunjukkan penerimaannya pada kita. Contohnya adalah kita merasa nyaman berteman dengan teman kita karena memberikan respon terhadap apa yang kita lakukan dan menerima segala kelebihan dan kekurangan kita. 

tahap-tahap hubungan interpersonal :

Menurut Knapp, siklus hubungan terbagi menjadi :

1. Tahap Memulai (Initiating)

Merupakan usaha-usaha yang sangat awal yang kita lakukan dalam percakapan dengan seseorang yang baru kita kenal. Seperti contohnya ketika ingin berkenalan dengan teman baru, kita menanyakan namanya dan bagaimana kabarnya.

2. Tahap Penjajagan (Experimenting)

Merupakan fase dimana kita mencoba topik-topik percakapan untuk mengenal satu sama lain. Misalnya kita berbasa-basi dengan teman yang baru kita kenal. Ini bertujuan agar bisa mengetahui pribadi masing-masing.

3. Penggiatan (Intensifying)

Menandai awal keintiman, berbagai informasi pribadi dan awal informalitas yang lebih bedsar. Dalam fase ini seseorang sudah mulai menceritakan masalah pribadinya dan sudah mulai terbuka kepada temannya.

4. Pengintegrasian (Integrating)

Terjadi bila dua orang mulai menganggap diri mereka sebagai pasangan. Kedua secara aktif memupuk semua minat, sikap dam kualitas yang tampaknya membuat mereka unik sebagai pasangan. 

5. Pengikatan (Bounding)

adalah tahap yang lebih formal atau ritualistic, bisa berbentuk pertunangan atau perkawinan, namun "berhubungan tetap" juga merupakan suaut bentuk pengikatan. 

c. Intimacy dan Hubungan Pribadi  

Menurut Sternberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.

Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.  Intimasi juga adalah salah satu atribut yang paling menonkol dalam suatu hubungan intim daripada hubungan pribadi yang lain. 

Keintiman (Intimacy) sangat berkaitan dengan derajat kecintaan, kepercayaan, kepuasan, tanggung jawab dan pengertian pasanagan dalam hubungan yang dekat. Keintiman juga memberikan sumbangan besar dalam memenuhi kebutuhan individu dan keintiman itu pun memberikan efek positif pada kebaikan pasangan dalam suatu hubungan pertemanan (Prager & Buhrmester).

Hubungan pribadi atau yang sering digambarkan sebagai hubungan cinta antara dua orang. Cinta yang lengkap dan didambakan oleh banyak pasangan menurut Sternberg dalam model cintanya yaitu Consumate Love atau cinta yang didalamnya terdapat unsur Intimacy, Commitmen, dan Passion. Ketika dua orang dalam suatu hubungan pribadi yang hubungan nya penuh dengan gairah, kedekatan dan komitmen yang kuat maka hubungan tersebut sempurna. Tidak semua orang bisa merasakan Consumate Love, terkadang hanya terdiri dari passion dan intimacy saja tanpa komitmen atau bahkan hanya Passion saja tanpa Intimacy dan Komitmen.

d. Intimacy dan Pertumbuhan 

Menurut Havighrust (dalam Hurlock, 1999) dewasa dini memiliki tugas perkembangan sebagai berikut:
  • Mulai bekerja, 
  • Memilih pasangan
  • Belajar hidup dengan tunangan 
  • Mulai membina keluarga
  • Mengasuh anak 
  • Mengelola rumah tangga
  • Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara
Intimacy sangat berhubungan dengan pertumbuhan seseorang di tahap dewasa awal. Erikson mengatakan bahwa tahap perkembangan psikososial dewasa awal adalah intimacy vs. isolation , sebagai salah satu tugas yang penting bagi dewasa dini (dalam Papalia,2004). Intimacy akan muncul saat seseorang sudah mencapai atau menemukan cara untuk membentuk dan mempertahankan identitas secara menetap, yang dilakukan dalam masa rema. Intimacy merupakan kemampuan seseorang untuk menyatukan identitas diri yang sudah ditemukan di masa remaja dengan identitas diri orang lain (Feist &Feist, 2002), Erikson menggambarkan intimacy sebagai sebuah proses menemukan identitas diri dan juga kehilangan identitas diri pada orang lain (dalam Santrock, 1998). Intimacy pada dewasa dini dapat ditemukan melalui hubungan intim yang dibentuk dengan pasangan romantisnya (pacar, suami atau istri) dan juga dengan sahabat (Papalia, 2004).

Individu dewasa dini yang tidak berhasil melaksanakan tugas psikososialnya, dalam menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri oran glain melalui intimacy akan mengalami isolasi. Isolasi merupakan keadaan individu yang tidak memiliki kemampuan untuk menyatukan identitas diri sendiri dengan identitas diri orang lain melalui intimacy yang sebenarnya (Erikson dalam Feist &Feist, 2001). 

Pada saat individu dewasa dini berhasil membentuk hubungan intim yang sehat dengan orang lain, Intimacy akan tercapai, jika sebaliknya maka ia akan terisolasi. 



Daftar Pustaka :

http://adelia-gustitia-fpsi12.web.unair.ac.id/artikel_detail-62548-Psikoloi%20Umum%20I-Hubungan%20Interpersonal.html
http://arsip.uii.ac.id/files//2012/08/05.2-bab-2137.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/.../3/Chapter%20II.pdf



 

Senin, 27 Mei 2013

Tulisan 1 - Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan

PENYESUAIAN DIRI DAN PERTUMBUHAN

a. Pengertian dan Konsep Penyesuaian Diri


   Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartini Kartono, 2000:56)

   Makna akhir dari hasil pendidikan seorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam penyesuaian diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya pada tuntutan masyarakat. Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri, kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah. Penyesuaian yang sempurna dapat terjadi jika manusia/ individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya, tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan semua fungsi-fungsi organisme/ individu berjalan normal. Namun, penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat, dan manusia terus menerus menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi sebat. Penyesuaian diri adalah suatu proses. Kepribadian yang sehat ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.

    Penyesuaian diri juga bisa dipahami sebagai mengatur kembali ritme hidup atau jadwal harian. Orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah orang-orang yang dengan cepat mampu mengelola dirinya menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Misalnya dia bisa belajar lebih giat, menyediakan waktu lebih banyak untuk belajar daripada kegiatan lain karena menjelang ujian. Atau dia bisa mematuhi nasehat dokter untuk mengatur pola dan jenis makanannya karena menderita diabetes.

   Penyesuaian diri juga sering dipahami sebagai belajar hidup dengan sesuatu yang tidak dapat diubah. Orang memiliki penyesuaian diri yang baik bila bisa menerima keterbatasan yang tidak dapat diubah. Misalnya, dia mampu menerima cacat fisik yang dialami sehabis kecelakaan sehingga bisa kembali melakukan aktifitas seperti sebelum kecelakaan tersebut terjadi.

   Dalam bahasa inggris, istilah penyesuaian diri memiliki dua kata yang berbeda maknanya, yaitu adaptasi (adaptation) dan penyesuaian (adjustment). Kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada pengertian mengenai penyesuaian diri, tetapi memiliki perbedaan makna yang mendasar. 

   Adaptasi memiliki pengertian individu melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Pengertian ini lebih menekankan pada perubahan yang individu lakukan terhadap dirinya supaya tetap bisa sesuai dengan lingkungannya. Jadi pada adaptasi, diri individulah yang berubah untuk melakukan penyesuaian. Contoh sederhana dari adaptasi ini misalnya bila mneghadapi suhu yang panas, lalu individu membuka pakaiannya atau minum air dingin supaya tetap merasa nyaman. 

   Penyesuaian (adjustment) dipahami sebagai mengubah lingkungan agar menjadi lebih sesuai dengan diri individu. Pengertian ini lebih menekankan pada perubahan lingkungan yang dilakukan oleh individu sehingga tetap sesuai dengan dirinya. Misalnya, pada suhu yang panas, individu lalu memasang fan atau menyalakan air conditioner supaya suhu ruangan berubah seperti yang diinginkan. Pada contoh ini, individu tidak berubah tetapi lingkunganlah yang berubah.

b. Pengertian Pertumbuhan Personal

1. Penekanan Pertumbuhan Diri

   Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.

   Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenesis. Perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdeferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.

2. Variasi dalam Pertumbuhan

  Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam diri nya atau mungkin di luar dirinya.

3. Kondisi-kondisi untuk Bertumbuh

   Shekdon mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstromof yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan stuktur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar dan otot dapat merupakan fakgtor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan dalam sistem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku dan kepribadian. Dengan deminikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmanisah juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian diri.

   Carl Roger (1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu hubungan :
  1. Keihlasan kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan
  2. Menghormati keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali, dan
  3. Keinginan yang terus-menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain. 

Daftar Pustaka :

Kartono., A 2002. Psikologi Perkembangan. Rineka Cipta: Jakarta
Yustinus., E. 2006. Kesehatan Mental. Kanisius: Jakarta
Sundari., Siti. 2005. Kesehatan Mental. Rineka Cipta: Jakarta
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental. ANDI: Yogyakarta.
http://chichamarshall.blogspot.com/2011/04/penyesuaian-diri-dan-pertumbuhan.html