Teori
Kepribadian Sehat
Dalam mempelajari kesehatan metal tak lepas dari pengetahuan kepribadian. Kepribadian adalah alih bahasa dari personality, berasalah dari kata persona, artinya topeng atau kedok. Alat ini biasanya dipakai pemain sandiwara, disesuaikan peran yang dimainkan. Istilah personality sering disamakan dengan character atau watak maupun tipe. Allport berpendapat (Dalam buku Sumadi Suryabrata 1982): Character is personality evaluated and personality is character devaluated. Ia menganggap watak dan kepribadian adalah satu dan sama, tetapi dipandang dari segi yang berlainan. Bila akan mengadakan penilaian dengan menggunakan norma, tepat dipakai istilah watak. Kalau menggambarkan apa adanya lebih tepat menggunakan istilah kepribadian.
Aliran Psikoanalisa (Mahzab 1)
Sejak pertengahan abad 19, objek psikologi adalah kesadaran orang normal, dewasa dan beradab. Anggapan Freud dalam Sumadi Suryabrata (1982), kesadaran itu hanya sebagian kecil dari kehidupan psikis. Freud mengumpamakan psyche/psikis sebagai gunug es yang berada di lautan. Puncak gunug yang menjulang di atas air laut hanya sebagian kecil saja, sedangkan yang berada di dalam lautan sangat besar. Hal ini menggambarkan alam tidak sadar lebih besar atau luas dibandingkan dengan alam sadar. Dalam alam tidak sadar terdapat kekuatan-kekuatan dasar yang mendorong pribadi. Freud mempunyai perhatian khusus terhadap neurologi, mengadakan spesialis dalam perawatan orang yang menderita gangguan syaraf menggunakan metode hipnotis, tetapi kurang puas. Selanjutnya menggunakan metode mengajak pasien berbicara (wawancara) dan berhasil. (Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.18)
Menurut pendapatnya struktur kepribadian terdiri atas beberapa aspek yaitu :
1. Das Es atau The id, merupakan aspek biologis
2. Das Ich atau the ego, sebagai aspek psikologis
3. Das Uber ich atau the super ego sebagai aspek sosiologis
Ketiganya menpunyai sifat, fungsi, komponen, prinsip kerja, dinamika sendiri-sendiri, namun tiga hal mempunyai hubungan yang erat. Ketiganya tak mungkin dipisahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia. Jadi tingkah laku selalu sebagai hasil kerjasama tiga aspek tersebut. (Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.19-18)
Aliran Behaviorisme (Mahzab II)
Aliran ini bercorak lebih mekanistik dan kuantitatif, juga relatif memiliki cara pandang yang sama terhadap sehat dan sakit. Behaviorisme melihat individu yang sehat bila masih bisa menjalankan fungsi sehari-hari dengan baik atau dengan kata lain, kalau perilakunya masih sesuai dengan realita. Adapun individu dikatakan abnormal bisa perilakunya tidak lagi sesuai dengan stimulus yang dihadapi, yang muncul dalam bentuk tidak adaptif. Cara pandang ini lama-lama menimbulkan persoalan. Orang mulai menyadari bahwa cara pandang tersebut tampaknya tidak lagi mencukupi untuk memahami hakekat kesehatan mental. (Siswanto. 2007. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Penerbit ANDI. 150)
Aliran Humanistik (Mahzab III)
Seiring dengan peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan di Barat, kemudian diikuti dengan munculnya mahzab III yaitu aliran humanistik, timbul kesadaran bahwa pengertian berdasarkan cara pandang tradisional tersebut memiliki keterbatasan. Fenomena-fenomena yang terjadi dalam perilaku individu memberikan gambaran yang semakin jelas dan tajam mengenai keterbatasan cara pandang tradisional tersebut. (Siswanto. 2007. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Penerbit ANDI. 150)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar