Cinta dan Perkawinan
Perkawinan atau dalam arti pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, budaya agama, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula.
Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan istri dalam ikatan perkawinan.
Cinta adalah sebuah emosi dan kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah aksi atau kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh dan mau melakukan apapun yang diinginkan oleh objek tersebut. (http://id.wikipedia.org/wiki/Cinta)
Menurut Sternberg (dalam Sternberg & Bernes, 1988), cinta bukanlah suatu kesatuan yang tunggal melainkan gabungan dari berbagai perasaan, hasrat, dan pikiran yang terjadi secara bersamaan sehingga menghasilkan perasaan global yang dinamakan cinta.
a. Bagaimana memilih pasangan ?
Memilih calon pendamping hidup tidaklah mudah, dan agama Islam memberikan beberapa petunjuk di antaranya:
Dalam memilih calon istri
- Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Dari Abu Hurairah ra. dan Nabi Muhammad saw, bersabda : "Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia" (Muttafaqun 'Alaihi)
- Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda :
dari Amas bin Malik, Rasullullah SAW bersabda ".....kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak...." HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban.
-Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.
Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, diantara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dan hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuhnya kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan kedua.
- Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.
Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara hereditas. Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya. Disamping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan memererat ikatan-ikatan sosial.
Memilikih calon suami :
-Islam
Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon suami sebab dengan islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.
-Berilmu dan baik akhlaknya
Masa depan kehidupan suami istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.
Kesimpulan nya, menurut saya pribadi, memilih pasangan haruslah :
1 satu keyakinan, dengan kesamaan keyakinan maka pasangan tidak akan ragu untuk melangkah dan menentukkan tujuan hidup yang lebih nyata .
2. Sehat secara rohani dan jasmani, secara rohani pasangan yang akan kita pilih haruslah sehat dalam arti melakukan semua perintah sesuai agamanya dan menjauhi larangan dari agamanya. Serta Sehat dalam Jasmani maksudnya adalah kesehatan pasangan akan sangat mempengaruhi kehidupan berkeluarga nanti kedepannya. Pasangan yang sehat, maka dapat menghasilkan keturunan yang baik secara Jasmani dan Rohani sehat pula.
3. Berkelakuan yang bisa diterima keluarga dan orang-orang disekitar. Termasuk mencintai dua belah pihak keluarga, mau berteman dengan teman masing-masing pasangan, dan berkelakuan baik sesuai dengan aturan yang ada.
b. Seluk Beluk Hubungan dalam Perkawinan
Dalam kehidupan berkeluarga, semua pasangan mendambakan keluarga yang harmonis selamanya hingga akhir hayat. Namun mengapa ada saja percekcokan dan amarah?
Dalam membina keluarga, setiap objek yang berpasangan adalah objek yang sama-sama belajar. Belajar dalam arti belajar menjadi dewasa, menjadi arif, menjadi bijaksana, menjadi paham. Dewasa dalam hubungan adalah saling mengerti, saling percaya, daling mendorong, saling membangun satu sama lain, Jika pasangan dalam keadaan kesulitan, sebagai pasangan kita harus turut memberi semangat bukannya amarah. Menjadi arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan juga sangat diperlukan dalam hubungan suami istri. Mereka yang menjadi istri, harus patuh pada suami. Tapi bukan berarti suami menjadi semena-mena dalam mengatur istri. Suami harus arif dan bijak dalam hal kasih sayang, membentuk norma-norma dalam keluarga, mengatur keuangan istri, memperhatikan kesehatan istri dan mau terus mendampingi dalam keadaan susah, senang, miskin, kaya, sehat dan sakit. Semua yang dirundingkan dan disepakati bersama akan lebih menyenangkan dibandingkan dengan adu kekuatan pikiran yang hanya menimbulkan kemarahan dan percekcokan.
c. Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat
pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan
bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan
pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti
diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan,
sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait
dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya
hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu
saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau
persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik.
Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga
yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah
perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila
hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan
penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam
sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan
mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi
merusak hubungan.
d. Perceraian dan Pernikahan Kembali
Perceraian
dalam tinjauan sosiologis adalah sebuah kajian yang membahas seluk
beluk perceraian dari sudut pandang sosial kemasyarakatan (sosiologis). Secara
sosiologis dalam teori pertukaran, perkawinan digambarkan sebagai
pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan
yang terjadi antara suami dan istri (Karim dalam Ihromi, 1999). Sebuah
perkawinan membutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama dalam mendukung
proses pertukaran tersebut. Jika terdapat suatu ketidakseimbangan dalam
proses pertukaran yang berarti adanya salah satu pihak yang diuntungkan
dan dirugikan, serta akhirnya tidak mempunyai kesepakatan yang
memuaskan ke dua belah pihak.
Perceraian
merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, yang dalam hal ini
adalah cerai hidup yang disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam
menjalankan obligasi peran masing-masing. Dimana perceraian dipahami
sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang
selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah berdasarkan
hukum yang berlaku.
Hubungan
suami-istri juga dapat dilihat dan dibedakan berdasarkan pola
perkawinan yang ada dalam masyarakat. Scanzoni dan Scanzoni (1981)
mengkatagorikannya ke dalam empat bentuk pola perkawinan yaitu owner
property, head complement, senior junior partner dan equal partner.
Kestabilan keluarga tampak lebih kondusif berlangsung dalam pola
perkawinan kedua dan ke tiga dimana posisi istri mulai berkembang
menjadi pelengkap suami dan teman yang saling membantu dalam mengatur
kehidupan bersama. Sementara itu hal sebaliknya dapat terjadi pada pola
perkawinan equal partner.
Pengakuan
hak persamaan kedudukan dengan pria menyebabkan semakin tidak
tergantungnya istri pada suami. Istri mendapat dukungan dan pengakuan
dari orang lain karena kemampuannya sendiri dan tidak dikaitkan dengan
suami. Di antara ke empat pola ini menjelaskan tingkat perceraian
cenderung lebih tinggi pada pola perkawinan owner properti. Oleh karena
pola perkawinan owner property berasumsi bahwa istri adalah milik
suami, seperti halnya barang-barang berharga lainnya di dalam keluarga
itu yang merupakan miliki dan tanggung jawab suami. Istri sangat
tergantung secara sosial ekonomi kepada suami. Akibat dari pola
perkawinan seperti ini suami berhak menceraikan istrinya apabila tidak
merasakan mendapat kepuasaan yang diinginkan ataupun tidak menyukai
istrinya lagi.
Seperti
yang terungkap dalam penelitian Fachrina (2006) mengenai Pandangan
Masyarakat mengenai Perceraian (studi kasus cerai gugat pada masyarakat
perkotaan), dimana masyarakat masih memposisikan pihak istri sebagai
pihak yang bersalah apabila terjadi perceraian. Dalam hal ini istri
dianggap menjadi penyebab perceraian. Mengapa pasangan ini bercerai,
lebih cenderung dicermati sebagai akibat dari berbagai kekurangan dari
pihak istri. Masyarakat masih menerima persepsi bahwa istri yang baik,
menjadi idaman adalah istri yang mematuhi perintah suami dan mengurusi
rumah tangga, serta merawat anak-anak, melayani dan menyiapkan keperluan
suami.
Perubahan
tingkat perceraian dan faktor penyebabnya, merupakan indikasi
terjadinya perubahan sosial lainnya dalam masyarakat. Sistem sosial
sedang bergerak cepat atau lambat ke arah suatu bentuk sistem keluarga
konjugal dan juga ke arah industrialisasi. Perubahan sistem keluarga
menyesuaikan diri pada kebutuhan industrialisasi. Dengan industrialisasi
keluarga tradisional (sistem keluarga yang diperluas atau gabungan)
sedang mengalami kehancuran, dimana keluarga konjugal (keluarga inti)
cocok dengan kebutuhan industrialisasi (Goode, 2007)
Sanak
saudara baik secara hubungan karena perkawinan ataupun karena hubungan
darah secara relatif tidak diikut sertakan dalam pengambilan keputusan
sehari-hari dalam keluarga konjugal. Setiap orang mempunyai kebebasan
dan menentukan calon pasangan hidupnya sendiri dan selanjutnya pasangan
suami istri lebih banyak berbuat terhadap kehidupan keluarga
masing-masing. Keluarga luas tidak lagi menyangga pasangan suami istri,
dan tidak banyak menerima bantuan dari kerabat, begitu juga sebaliknya.
Keluarga luas lebih dapat bertahan daripada keluarga kecil yang terdiri
dari suami, istri dan anak-anak. Oleh karena itu angka perceraian dalam
sistem keluarga konjugal cenderung tinggi (Goode, 2007).
Dalam
perkembangan sekarang ini dapat dikatakan bahwa masyarakat tidak
memandang perceraian sebagai hal yang tabu, artinya perbuatan ini bukan
sesuatu yang memalukan dan harus dihindari. Di sini Goode berpendapat
bahwa penilaian atau pandangan yang menganggap perceraian sebagai suatu
pernyataan kegagalan adalah bias. Sistem perkawinan adalah berasal dari
perbedaan-perbedaan kepentingan, keinginan, kebutuhan,dan nafsu, serta
dari latar belakang sosial budaya dan ekonomi yang juga berbeda.
Ketegangan-ketegangan dan ketidakbahagian adalah lazim ada pada setiap
perkawinan. Akhirnya pada tingkat tertentu masyarakat dapat memberikan
toleransi umum dan memahami bahwa perceraian adalah merupakan salah satu
langkah yang harus ditempuh bagi penyelesaian akhir dari perselisihan
suami istri.
Pernikahan kembali adalah menikah setelah bercerai dengan pasangan sebelumnya secara sah di mata negara dan agama. Menikah kembali bukanlah suatu hal yang mudah karena apapun kenangan bersama pasangan sebelumnya yang mungkin pernah menyakitinya pasti akan terkenang. Dan membangun kepercayaan dengan pasangan baru mungkin akan lebih sulit karena cerai berarti memiliki masa lalu yang dulu pernah jadi bagian dari hidup seorang yang bercerai. Namun tak sedikit juga yang menganggap enteng suatu perceraian dan hubungan baru, biasanya adalah orang yang menyepelekan sehingga keluarga nya kerap hancur. Maka dalam setiap keluarga perlu adanya pengakuan dan rasa di hormati.
e. Single Life
Lajang bukanlah suatu aib atau kejelekan. Buktinya banyak pengusaha muda yang sukses di usia muda dan belum memiliki pasangan. Mereka yang melajang lebih banyak dibutuhkan posisinya dalam suatu perusahaan karena mereka yang melajang lebih berkonsentrasi dan berpenampilan baik. Mengapa? karena mereka tidak memikirkan mereka harus masak apa hari ini untuk pasangannya? besok memberi kejutan apa? besok kencan di mana? dan kapan waktu untuk memanjakan diri sendiri itu kapan?
Terkadang seseorang yang sedang menjalani kehidupan sendiri lebih fokus dalam meraih tujuan yang sebenar-benarnya. Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati
posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang
mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan
melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup
sendiri.
Daftar Pustaka:
http://hendriyana.abatasa.co.id/post/detail/20976/tips-oke-memilih-pasangan-hidup-menurut-islam.html http://nikahdancinta.blogspot.com/
http://natasha-ardelia-fpsi12.web.unair.ac.id/artikel_detail-62390-Umum-Hubungan%20Interpersonal,%20Kuliah%20Psikologi%20Umum.html
http://undangankipas.blogdetik.com/2013/01/05/tips-memilih-pasangan-hidup-bagi-yang-serius-ingin-menikah/
repository.usu.ac.id/bitstream/.../3/Chapter%20II.pdf
http://kritikuscinta.blogspot.com/2008/05/konseling-perkawinan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar