MEMPENGARUHI PERILAKU
a) Definisi Perilaku
Dampak sangat berhubungan erat dengan pengaruh. Bahkan tidak sedikit dari kita yang menganggap bahwa antara dampak dan pengaruh adalah sama. Sampai akhirnya beberapa ahli menguraikan keduanya berdasarkan pendapat apakah dampak dan pengaruh merupakan dua konsep yang berbeda atau salah satu diantaranya merupakan konsep pokok dan yang lainnyamerupakan bentuk khususnya.
Berikutnya ini adalah definisi pengaruh menurut para ahli :
1) Wiryanto : pengaruh merupakan tokoh formal maupun informal maupun informal di dalam masyarakat, mempunyai ciri lebih kosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding pihak yang dipengaruhi
2) Uwe Becker : pengaruh adalah kemampuan yang terus berkembang dengan kekuasaan tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan kepentingan
3) Albert R. Roberts & Gilbert : pengaruh adalah wajah kekuasaan yang diperoleh oleh orang ketika mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan
4) M. Suyanto (Amikom Yogyakarta): Pengaruh merupakan nilai kualitas suatu iklan melalui media tertentu
b) Kunci-kunci Perubahan Perilaku
Keadaan yang buruk atau rusak merupakan persoalan yang sangat mempengaruhi masyarakat dalam segala aspek kehidupan sekaligus mengganggu segala bentuk aktivitas yang ada di masyarakat dalam segala bentuk aktivitas yang ada di masyarakat. Kemiskinan merupakan kondisi buruk dan satu-satunya persoalan yang sistematik. Karena, kemiskinan menjadikan munculnya perilaku kriminal yang tentu saja buruk. Sehingga perlu ada solusi sebagai bentuk perubahan masyarakat dari kondisi miskin yang tidak berdaya, menjadi berdaya. Dalam hal ini mereka akan memiliki potensi kritis dan gerak yang dapat mengulangi segala bentuk persoalan kemiskinan
c) Model mempengaruhi perilaku dan perannya dalam psikologi
c) Model mempengaruhi perilaku dan perannya dalam psikologi
Cara
mempengaruhi orang lain dengan dikemukakan oleh Aristotle yang
menyatakan terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu
mempengaruhi orang lain, yaitu;
1. Logical
argument (logos), yaitu penyampaian ajakan menggunakan argumentasi
data-data yang ditemukan. Hal ini telah disinggung dalam komponen data.
2.
Psychological/ emotional argument (pathos), yaitu penyampaian ajakan
menggunakan efek emosi positif maupun negatif. Misalnya, iklan yang
menyenangkan, lucu dan membuat kita berempati termasuk menggunakan
pendekatan psychological argument dengan efek emosi yang positif.
Sedangkan iklan yang menjemukan, memuakkan bahkan membuat kita marah
termasuk pendekatan psychological argument dengan efek emosi negatif.
3. Argument
based on credibility (ethos), yaitu ajakan atau arahan yang dituruti
oleh komunikate/ audience karena komunikator mempunyai kredibilitas
sebagai pakar dalam bidangnya. Contoh, kita menuruti nasehat medis dari
dokter, kita mematuhi ajakan dari seorang pemuka agama, kita menelan
mentah-mentah begitu saja kuliah dari dosen. Hal ini semata-mata karena
kita mempercayai kepakaran seseorang dalam bidangnya.
KEKUASAAN
a. Definisi Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan untuk bertindak atau
memerintah sehingga dapat menyebabkan orang lain bertindak meliputi
kemampuannya dalam memahami situasi serta keterampilan dalam menentukan
macam kekuasaan yang tepat untuk merespon tuntutan situasi.
Psikolog sosial Michigan, French
dan Raven menggunakan definisi yang sama dalam membahas teori
lapangannya Lewin mengenai kekuasaan. Menurutnya kekuasaan “adalah
kemampuan potensial dari seseorang atau sekelompok orang untuk
mempengaruhi yang lainnya didalam system yang ada”, (dalam Roderick
Martin: 71). Tetapi penghalusan terhadap konsep Weber yang kini
tampaknya paling menonjol disodorkan oleh Dahrendorf dan Blau. Merekalah
yang berhasil menembus kelemahan tertentu yang ada pada teori-teori
Weber, sebagaimana yang tampak umumnya pada pengembangan pendekatan
Weber.
Setelah secara blak-blakan mendukung definisi Weber, kemudian Dahrendorf mengemukakan bahwa “kekuasaan adalah milik kelompok, milik individu-individu daripada milik struktur sosial”, (dalam Roderick Martin: 71). Perbedaan yang penting adalah kekuasaan dengan otoritas terletak pada kenyataan bahwa kalau kekuasaan pada hakekatnya diletakan pada kepribadian individu, maka otoritas selalu dikaitkan dengan posisi atau peranan sosial-kekuasaan, selalu merupakan suatu hubungan yang faktual, sedangkan otoritas merupakan suatu hubungan yang logis.
Perumusan yang menghilangkan wujud hubungan kekuasaan yang tidak terstruktur atau yang terjadi secara berulang-ulang ini merupakan sumber utama yang memunculkan konflik sosial.
French dan Raven mendefinisikan kekuasaan berdasarkan pada pengaruh; dan pengaruh berdasarkan pada pengubahan psikologis. Pengaruh adalah pengendalian yang dilakukan oleh seseorang dalam organisasi maupun dalam masyarakat terhadap orang lain. Konsep penting atas dasar gagasan ini adalah bahwa kekuasaan merupakan pengaruh laten (terpendam), sedangkan pengaruh merupakan kekuasaan dalam kenyataan yang direalisasikan. French dan Raven mengidentifikasikan lima sumber basis kekuasaan.
1. KEKUASAAN BALAS JASA (REWARD POWER)
2. KEKUASAAN PAKSAAN (COERCIVE POWER)
3. KEKUASAAN SAH (LEGITIMATE POWER)
4. KEKUASAAN AHLI (EXPERT POWER)
5. KEKUASAAN PANUTAN (REFERENT POWER)
TEORI-TEORI LEADERSHIP
a. Definisi Leadership
1. George R. Terry (yang dikutip dari Sutarto, 1998 : 17)
Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Ordway Tead (1929)
Kepemimpinan sebagai perpaduan perangai yang memungkinkan seseorang mampu mendorong pihak lain menyelesaikan tugasnya.
3. Rauch & Behling (1984)
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.
b. Teori-teori kepemimpinan partisipatif
3. Theori of Leadership Pattern Choice dari Tamnenbaum dan Schmidt :
Bagaimana bisa seorang manajer mengatakan gaya manajemen apa yang digunakan? Pada tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer. Di bagian atas diagram di bawah ini anda akan melihat akrab “Hubungan Oriented” dan “Tugas Berorientasi” kontinum, yang juga diberi label “Demokrasi” dan “otoriter.”
Diagram menunjukkan dimensi lain: “Sumber Otoritas”. Pada akhir demokratis diagram, manajer memungkinkan kebebasan karyawan. Pada akhir otoriter diagram kita melihat bahwa manajer adalah satu-satunya sumber otoritas. Kita pergi dari otoritas buruh untuk otoritas manajer.
berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan:1. kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai)2. kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin)3. kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
Model kepemimpinan Fiedler
(1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut
beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja
kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style)
dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang
dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi
keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara
pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task
structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive leadership(menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
Nadler dan Lawler (1976) atas teori harapan menyarankan beberapa cara tertentu yang memungkinkan manejer dan organisasi menangani urusan mereka untuk memperoleh motivasi maksimal dari pegawai:
Contoh Kasus: Seorang karyawan pada
bagian/divisi penjualan berupaya meraih target penjualan tertentu untuk
mendapatkan bonus berupa liburan ke luar negeri. Dalam teori harapan, karyawan
tersebut berusaha mendapatkan kesempatan untuk memenuhi target karena ingin
pergi ke luar negeri.
Agar kekuasaan berjalan dengan sukses bergantung pada:
- Kekuasaan yang sah,
- Mekanisme system informasi,
- Partisipasi aktif dari bawahan.
b. Sumber-sumber kekuasaan menurut French dan Raven
Setelah secara blak-blakan mendukung definisi Weber, kemudian Dahrendorf mengemukakan bahwa “kekuasaan adalah milik kelompok, milik individu-individu daripada milik struktur sosial”, (dalam Roderick Martin: 71). Perbedaan yang penting adalah kekuasaan dengan otoritas terletak pada kenyataan bahwa kalau kekuasaan pada hakekatnya diletakan pada kepribadian individu, maka otoritas selalu dikaitkan dengan posisi atau peranan sosial-kekuasaan, selalu merupakan suatu hubungan yang faktual, sedangkan otoritas merupakan suatu hubungan yang logis.
Perumusan yang menghilangkan wujud hubungan kekuasaan yang tidak terstruktur atau yang terjadi secara berulang-ulang ini merupakan sumber utama yang memunculkan konflik sosial.
French dan Raven mendefinisikan kekuasaan berdasarkan pada pengaruh; dan pengaruh berdasarkan pada pengubahan psikologis. Pengaruh adalah pengendalian yang dilakukan oleh seseorang dalam organisasi maupun dalam masyarakat terhadap orang lain. Konsep penting atas dasar gagasan ini adalah bahwa kekuasaan merupakan pengaruh laten (terpendam), sedangkan pengaruh merupakan kekuasaan dalam kenyataan yang direalisasikan. French dan Raven mengidentifikasikan lima sumber basis kekuasaan.
1. KEKUASAAN BALAS JASA (REWARD POWER)
2. KEKUASAAN PAKSAAN (COERCIVE POWER)
3. KEKUASAAN SAH (LEGITIMATE POWER)
4. KEKUASAAN AHLI (EXPERT POWER)
5. KEKUASAAN PANUTAN (REFERENT POWER)
TEORI-TEORI LEADERSHIP
a. Definisi Leadership
1. George R. Terry (yang dikutip dari Sutarto, 1998 : 17)
Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Ordway Tead (1929)
Kepemimpinan sebagai perpaduan perangai yang memungkinkan seseorang mampu mendorong pihak lain menyelesaikan tugasnya.
3. Rauch & Behling (1984)
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.
b. Teori-teori kepemimpinan partisipatif
- Teori X dan Y dari Douglas Mx Gregar : Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor
dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin
organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai
/ karyawan yaitu teori x atau teori y.
A. Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
B. Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.
Ini adalah salah satu teori kepemimpinan yang masih banyak penganutnya. Menurut McGregor, organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Teori.Y.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah :
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi..
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia adalah sbb :
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan lepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan desempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi. - Teori sistem 4 dari Rensis Likert :
Likert menemukan bahwa leader yang produktif menerangkan dengan jelas tujuan kepada pengikutnya, kebutuhan apa saja yang perlu dicapai dan memberikan mereka kebebasan untuk melakukan pekerjaannya. Para leader tersebut lebih memperhatikan pekerjanya daripada pekerjaannya (employee-centered dan job-centered). Pada studinya, Likert menemukan bahwa kegagalan gaya manajemen sebuah organisasi dapat berkesinambungan antara sistem 1 hingga sistem 4, yaitu: Asumsi dasar
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
1) Sistem pertama: sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
2) Sistem kedua: sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen organisasi berkenan untuk percaya pada bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada diatas namun ada kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan atas keputusan itu.
3) Sistem ketiga: sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan tersebut.
4) Sistem keempat: sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian.
3. Theori of Leadership Pattern Choice dari Tamnenbaum dan Schmidt :
Bagaimana bisa seorang manajer mengatakan gaya manajemen apa yang digunakan? Pada tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer. Di bagian atas diagram di bawah ini anda akan melihat akrab “Hubungan Oriented” dan “Tugas Berorientasi” kontinum, yang juga diberi label “Demokrasi” dan “otoriter.”
Diagram menunjukkan dimensi lain: “Sumber Otoritas”. Pada akhir demokratis diagram, manajer memungkinkan kebebasan karyawan. Pada akhir otoriter diagram kita melihat bahwa manajer adalah satu-satunya sumber otoritas. Kita pergi dari otoritas buruh untuk otoritas manajer.
berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan:1. kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai)2. kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin)3. kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.
Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
- Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu. - Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik - Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu. - Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik. - Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan. - Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu. - Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim
KEPEMIMPINAN MODERN CHOICE APPROACH TO PARTICIPATION (VROOM & YETTON)
Beberapa orang dalam hidupnya mengenal banyak orang, tetapi hanya sedikit teman sejati. Teman sejati akan didapat dengan ketulusan hati, kepribadian serta rasa tanggung jawab bukan dari kesempatan, nasib baik ataupun dari potensi duniawi. Seorang berkepribadian ekstrover mungkin mempunyai peluang untuk mengenal banyak orang karena mereka lebih berorientasi ke dunia luar.
Dalam suatu pekerjaan terutama yang menuntut team work/ kelompok kerja didalamnya harus saling sejalan, sependapat atau mungkin juga satu karakter yang sama, walaupun dengan banyak ide yang berbeda tetapi tetap satu. Disini pemimpin dalam team work itu harus cerdas dan cermat, dalam pengambilan keputusan, membuat suasana salalu hidup dan bervariatif agar bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Team work ini bisa kita temukan dalam pekerjaan seperti, entertainment, peneliti, konsultan / pengacara, dan yang lainnya.
Beberapa orang dalam hidupnya mengenal banyak orang, tetapi hanya sedikit teman sejati. Teman sejati akan didapat dengan ketulusan hati, kepribadian serta rasa tanggung jawab bukan dari kesempatan, nasib baik ataupun dari potensi duniawi. Seorang berkepribadian ekstrover mungkin mempunyai peluang untuk mengenal banyak orang karena mereka lebih berorientasi ke dunia luar.
Dalam suatu pekerjaan terutama yang menuntut team work/ kelompok kerja didalamnya harus saling sejalan, sependapat atau mungkin juga satu karakter yang sama, walaupun dengan banyak ide yang berbeda tetapi tetap satu. Disini pemimpin dalam team work itu harus cerdas dan cermat, dalam pengambilan keputusan, membuat suasana salalu hidup dan bervariatif agar bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Team work ini bisa kita temukan dalam pekerjaan seperti, entertainment, peneliti, konsultan / pengacara, dan yang lainnya.
Studi
kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara
karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan
variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional
berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang
berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang
lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau
variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja
pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
d. Contingency theory of Leadership dari Feidler
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive leadership(menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
e. Path Goal Theory
menurutPath-Goal
Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas
pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan
lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur
yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih
sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek
kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat
menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling
efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel
situasional.
Menurut
model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka
berikan terhadap motivasi para pengikur, kinerja dan kepuasan. Teori ini
dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim
mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan
pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
(Ivancevich, dkk, 2007:205).
Dasar dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari
path goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus
dalam memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam
satu kesatuan (contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan
sepsifik.
Perkembangan awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku
spesifik dari seorang pemimpin meliputi direktif, suportif,
partisipatif, dan berorientasi pencapaian dan tiga sikap bawahan
meliputi kepuasan kerja, penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan antara usaha –kinerja-imbalan.
Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya
pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja,
tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model
ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini
dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan
kepemimpinan dalam berbagai situasi.
MOTIVASI
a. Pengertian Motivasi
Pengertian Motivasi Menurut Para Ahli – Motivasi berasal dari
kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Menurut Sardiman 2006:73) motif merupakan daya
penggerak dari dalam untuk melakukan kegaiatan untuk mencapai tujuan.
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri
(pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi
untuk mencapai tujuan (Hamalik, 1992:173). Dalam Sardiman (2006:73)
motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorangyang ditandai
dengan munculnya “felling” dan didahului dengan tanggapan terhadap
adanya tujuan.
b. Teori Drive Reinforcement dan implikasi praktisnya
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan
akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang
karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat
ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian
yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis,
yaitu:
a.
Pengukuhan
Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b.
Pengukuhan
Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
c. Teori Harapan dan implikasi praktisnya
Nadler dan Lawler (1976) atas teori harapan menyarankan beberapa cara tertentu yang memungkinkan manejer dan organisasi menangani urusan mereka untuk memperoleh motivasi maksimal dari pegawai:
a. Pastikan jenis hasil atau ganjaran yang
mempunyai nilai bagi pegawai
b. Definisikan secara cermat, dalam bentuk
perilaku yang dapat diamati dan diukur, apa yang dinginkan dari pegawai
c. Pastikan bahwa hasil tersebut dapat dicapai
oleh pegawai
d. Kaitkan hasil yang dinginkan dengan tingkat
kinerja yang di inginkan
e. Pastikan bahwa ganjaran cukup besar untuk
memotivasi perilaku yang penting
f.
Orang
berkinerja tinggi harus menerima lebih banyak ganjaran yang diinginkan daripada
orang yang berkinerja rendah.
Teori
harapan ini didasarkan atas:
a. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan
yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
b. Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku
tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap
individu yang bersangkutan.
c. Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi
dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat
kedua.
d. Teori Tujuan dan implikasi praktisnya
Teori ini
menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang
menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang
menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
Teori ini
mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan
pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi
jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan
Goal Setting (penetapan tujuan).
a. Dia akan berorientasi pada hal hal yang
diperlukan
b. Dia akan berusaha keras mencapai tujuan
tersebut
c. Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
d. Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
e. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
a. Kebutuhan Fisiologis
Teori hierarki kebutuhan sering
digambarkan sebagai piramida, lebih besar tingkat bawah mewakili
kebutuhan yang lebih rendah, dan titik atas mewakili kebutuhan aktualisasi
diri.
Ini adalah kebutuhan biologis. Mereka terdiri
dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka
adalah kebutuhan kuat karena jika seseorang tidak diberi semua kebutuhan,
fisiologis yang akan datang pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.
b. Kebutuhan Keamanan
Ketika semua kebutuhan fisiologis puas dan
tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi
aktif. Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan
kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial
(seperti kerusuhan luas). Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak
aman dan perlu aman.
c. Kebutuhan Cinta
Sayang dan kepemilikan, ketika kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan fisiologis
puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat
muncul. Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian
dan keterasingan. Ini melibatkan kedua dan menerima cinta, kasih sayang dan
memberikan rasa memiliki.
d. Kebutuhan Esteem
Ketika tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi,
kebutuhan untuk harga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga
diri dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Manusia memiliki
kebutuhan untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat
dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri dan
berharga sebagai orang di dunia. Ketika kebutuhan frustrasi, orang merasa
rendah, lemah, tak berdaya dan tidak berharga.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika semua kebutuhan di atas terpenuhi,
maka dan hanya maka adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri diaktifkan. Maslow
menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan
apa yang orang itu “lahir untuk dilakukan.” “Seorang musisi harus bermusik, seniman
harus melukis, dan penyair harus menulis.” Kebutuhan ini membuat diri mereka
merasa dalam tanda-tanda kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang
sesuatu, singkatnya, gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai
atau diterima, atau kurang harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang
itu gelisah tentang. Hal ini tidak selalu jelas apa yang seseorang ingin ketika
ada kebutuhan untuk aktualisasi diri.
f. Kebutuhan yang Relevan dengan perilaku dalam organisasi
Kebutuhan merupakan fundamen yang
mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa
mengerti kebutuhannya.
Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan
bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis,
yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, seksual.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai
kebutuhan yang paling dasar
2. Kebutuhan rasa aman, yaitu
kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan
lingkungan hidup
3. Kebutuhan untuk rasa
memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi,
berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai
4. Kebutuhan akan harga diri,
yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain
5. Kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan
potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan
kritik terhadap sesuatu
Daftar Pustaka:
Leavitt, J.H., 1992
Psikologi Manajemen, Alih Bahasa Zarkasi, M., Jakarta: Penerbit Erlangga
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
Irianto, Anton.
(2005). Born to win. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
http://wayannirwansetiabudi.wordpress.com/2013/11/09/hubungan-antara-kekuasaan-dan-pengaruhnya
menurut-french-dan-raven/
http://referensi-kepemimpinan.blogspot.com/2009/03/definisi-kepemimpinan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar